.Karena iman mencakup perbuatan hati dan anggota badan serta perka-taan hati dan lisan, maka iman pun bisa bertambah dengan ilmu (karena pada hakikatnya ilmulah materi yang dijadikan kepercayaan dalam hati) dan amal-amal shaleh, juga bisa berkurang dikarenakan maksiat.
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: Siapakah di antara kalian yang bertambah iman-nya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” [QS. at-Taubah (9): 124]
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” [QS. al-Ahzaab (33): 22]
لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
“...supaya orang-orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya....” [QS. al-Muddatstsir (74): 31]
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ))
“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia berzina.” (HR. Bukhari No. 2475 dan Muslim No. 57)
(( اَلْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اِلإِيْمَانِ ))
“Malu adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim No. 35)
(( أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ))
“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud No. 2682, Tirmidzi No. 1082, Ahmad No. 7095 dan Darimi No. 2672)
. Apabila iman bertambah dan berkurang, maka demikian pula keadaan orang-orang yang beriman, derajat keimanan mereka pun berbeda-beda.
Tidaklah sama derajat iman para rasul dengan selain mereka. Demikian pula derajat iman para sahabat dibanding iman orang-orang sesudah mereka, dan seterusnya. Perbedaan kekuatan dan derajat iman di antara orang-orang yang beriman menyebabkan berbedanya derajat mereka di akhirat kelak.
Dalam surat Faathir dijelaskan bahwa umat Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– dalam keimanan dan keberagamaan mereka terbagi atas tiga go-longan, sebagaimana Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– berfirman:
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara me-reka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” [Qs. Faathir (35): 32]
Imam Ibnu Katsir –Rahimahullah– dalam menafsirkan ayat di atas, bahwa umat Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– terbagi atas tiga derajat atau tingkatan, yaitu:
· Zhalimun linafsihi (orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri), yaitu orang-orang yang mempunyai batas minimal keimanan (masih dalam lingkaran iman), tetapi hanya mengerjakan sebagian dari kewa-jiban-kewajiban mereka dan meninggalkan sebagian lainnya serta me-ngerjakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan.
· Muqtashidun (pertengahan), yaitu orang-orang yang pada umumnya mengerjakan semua kewajiban-kewajiban mereka dan meninggalkan semua hal yang dilarang, tetapi terkadang meninggalkan hal-hal yang mustahab dan mengerjakan apa-apa yang makruh.
· Sabiqun bil khairat (orang-orang yang berlomba dalam kebaikan), yaitu orang-orang yang mengerjakan hal-hal yang wajib dan hal-hal yang mustahab serta meninggalkan hal-hal yang haram dan makruh[1].
Dalam setiap tingkatan –dari tiga tingkatan tersebut–, mereka pun memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda pula.
Arti iman kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– (dari segi kepercayaan hati) adalah: kepercayaan yang kokoh bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Tuhan seluruh alam semesta dan apa-apa yang ada di dalamnya.
Dia adalah satu-satunya Pencipta, Penghidup, Pemati, Pemberi rizki, Pengatur dan Raja dari segala-galanya, tidak ada sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak ada tandingan bagi-Nya, serta tidak terkalahkan oleh siapa pun. Maha Suci dari segala kekurangan. Dzat yang Maha Sempurna, hingga tidak ada yang menyerupai-Nya. Maha Memiliki sifat-sifat yang suci dan mulia serta tertinggi dan tersempurna. Dialah satu-satunya Tuhan yang haq, yang berhak dan wajib diibadahi, maka tidak ada ibadah sedikitpun dan dalam bentuk apa pun yang boleh diberikan kepada selain-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar