Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya saja. Dalam Islam, ibadah mencakup semua hal yang diridhai dan dicintai Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik dalam amal perbuatan maupun perkataan, lahir maupun batin. Itulah arti dari al-ibadah. Maka, ibadah dalam Islam adalah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku.” [QS. adz-Dzaariyaat (51): 56]
Ibadah yang diterima di sisi Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– harus terpe-nuhi dua syarat, yaitu: niat yang ikhlash dan kesesuaian dengan syari’at. Sering diungkapkan dengan itilah al-ikhlash dan al-mutaba’ah.
Ketika Fudha’il bin `Iyad –Rahimahullah– membaca ayat:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.....” [QS. al-Mulk (67): 2]
Maka, beliau berkata:
( أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ )
“(Yang lebih baik amalnya) yaitu yang paling ikhlash (murni) dan shawab (tepat).”
Kemudian para sahabat beliau bertanya:
( يَا أَبَا عَلِيِّ، مَا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ! )
“Wahai Abu Ali, apakah yang dimaksud dengan yang paling ikhlash dan shawab itu?”
Beliau menjawab:
( إِذَا كَانَ الْعَمَلُ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصًا صَوَابًا، وَالْخَالِصُ إَذَا كَانَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّوَابُ إَذَا كَانَ عَلَى السُّنَّةِ )
“Apabila sebuah amal khalis, tetapi tidak shawab, niscaya tidak akan diterima. Apabila sebuah amal shawab, tetapi tidak khalis, niscaya tidak diterima hingga amal tersebut khalis dan shawab. Khalis berarti amal tersebut karena Allah semata. Sedangkan shawab berarti amal tersebut berdasarkan sunnah.”[1]
.Arti niat ikhlash adalah niat yang hanya mengharapkan ridha Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dan ganjaran-Nya, tanpa mengharapkan sesuatu selain dari-Nya. Sedangkan yang dimaksud mutaba’ah adalah beribadah sesuai dengan ajaran Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, tanpa membuat penambahan dan perubahan-perubahan sedikitpun, baik dari segi isi, waktu, kadar maupun dari cara pelaksanaannya.
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.“ [QS. al-Bayyinah (98): 5]
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى وَمَا لأحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى
إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى
“Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, pa-dahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” [QS. al-Lail (92): 18-20]
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))
“Sesungguhnya amal perbuatan seseorang tergantung pada niatnya, dan se-tiap orang akan dibalas berdasarkan niatnya tersebut. Barangsiapa yang ber-hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya benar-benar kepada Allah dan Rasul-Nya (akan diterima). Dan barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ingin dapatkan atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya sampai sebatas yang dia niatkan.” (HR. Bukhari No. 2 dan Muslim No. 1907)
(( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak sejalan dengan ajaran kami, maka amalnya tertolak.” (HR. Muslim No. 1718)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar