SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Situs sunankudus.blogspot.com, yang menyajikan Site Bernuansa Islami berisikan Hikmah Al-qur'an dan Mutiara Hadits, insya Allah dapat memberikan kesejukan hati dan ketentraman jiwa bagi anda yang mengunjungi Site ini. Membawa Anda kepada pemahaman Islam yang benar sesuai apa yang di bawa Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. semoga situs ini menjadi sumbangan dalam perjuangan islam. Pesan saya: Ikutilah Jalan Sirotulmustaqim dengan sungguh-sungguh. karena jalan otulah yag termudah menuju Allah dan syurga-Nya. Kurang dan lebihnya blog ini maafin yaa..saran dan kritik bisa kamu kirim ke santrisunny@yahoo.co.id. sukron katsiron telah mampir ke blog ini.. yang mau kirim tulisan silahkan email ke santrisunny@yahoo.co.id

Rabu, 31 Desember 2008

TRAGEDI DESEMBER 2008 PALESTINA

Ya Alloh Dzat Penguasa segala sesuatu.
tak sanggup aku menyaksikan kekejaman israel la'natulloh terhadap warga gaza
mereka saudaraku seaqidah, berikan kekuatanMu kepada mujahidin palestina. tampakkanlah kekukasaanMu kepada musuh-musuhMU ya Allah.
berikanlah balasan yang paling tinggi disisimu kepada para mujahid palestina. amien

Selasa, 18 November 2008

AMAL INI WAHAI PEJUANG..!!

Amal ini adalah suatu kerjasama persaudaraan dalam belajar ilmu syar`i, membina diri, beramal shaleh dan berda`wah. Semua itu memerlukan kerjasama, memerlukan ta`awun. Seorang muslim yang berjalan sendirian dalam menempuh hal-hal di atas, sangat dikhawatirkan akan gagal atau hampir bisa dipastikan akan gagal. Berjalan sendirian mengikuti liku-liku Islami di dalam suatu masyarakat jahiliyyah adalah tugas yang hampir-hampir tidak mungkin bisa terlaksana.
Sistem dan tata cara kehidupan jahiliyyah saling topang-menopang sesamanya, saling dukung-mendukung dalam mencekik segala sesuatu yang berwarna Islami. Maka dari itu, seorang muslim yang berjalan sendiri akan menjadi korban yang mudah sekali bagi fitnah-fitnah jahiliyyah. Bersabar dalam beban-beban kebersamaan Islami jauh lebih ringan dari pada menolak tekanan fitnah-fitnah jahiliyyah dalam kesendirian.
Kebersamaan seorang muslim dengan saudara-saudaranya dalam menuntut ilmu syar`i, membina diri, beramal shaleh dan berda`wah sangat besar artinya bagi kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebab, dengan demikian dia telah membentuk satu lingkungan Islami di sekitar dirinya dan keluarganya. Hal ini adalah suatu bentuk kecil dari masyarakat Islami yang kita idamkan.
Amal ini adalah suatu amal besar yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar. Orang-orang yang tidak hanya memikirkan kepentingan duniawi pribadinya, orang-orang yang bukan hidup hanya untuk dirinya sendiri, orang-orang yang menjadikan maslahat umat ini sesuatu yang tidak terpisahkan dari keberadaan dirinya di dunia ini. Merekalah orang-orang yang hidup di dunia ini dengan pribadi yang besar, mati sebagai orang besar dan dibangkitkan di akhirat nanti sebagai orang besar pula.
Amal ini adalah suatu upaya untuk menciptakan suatu perubahan total yang sangat besar. Perubahan suatu masyarakat jahiliyyah menjadi masyarakat Islami, menggantikan norma-norma iblis dengan norma-norma Ar-Rohman, menggantikan kegelapan dengan sinar yang terang, kekejian dengan kesucian dan kebathilan dengan kebenaran. Membebaskan umat yang sedang digiring ke pintu-pintu Jahannam dan menunjukkan mereka jalan-jalan menuju surga. Suatu amal suci yang amat tinggi derajatnya, amal utama para rosul yang mulia, jejak Muhammad shallallohu `alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Amal ini adalah bagian dari suatu pertarungan yang besar, pertarungan dahsyat yang telah berlangsung sejak diciptakannya manusia dan akan terus berlangsung sampai saat-saat terakhir dari dunia ini. Pertarungan yang besar antara laskar Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan laskar syetan, antara laskar yang ingin menyelamatkan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat dan laskar lain yang ingin menghancurkan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Pertarungan antara hak dan bathil ini telah membuka pintu bagi kaum mu`minin untuk menjadi ansharulloh, menegakkan syari`atulloh.
Di sisi lain syetanpun telah memobilisasi para pengikutnya untuk menegakkan syari`atnya, syari`at jahiliyyah. Menegakkan kesyirikan-kesyirikan, kesesatan-kesesatan dan kemaksiatan-kemaksiatan dengan segala macamnya. Mereka bekerja siang dan malam untuk menegakkan syari`at syetan dan menjaganya dari kehancuran. Memerangi semua orang yang ingin menegakkan hukum-hukum Alloh, baik dengan senjata, media maupun segala usaha lainnya.
Amal ini adalah suatu perjuangan untuk mewujudkan tauhid di bumi ini. Perjuangan ini adalah bagian dari tauhid setiap pribadi muslim, bagian dari kecintaannya kepada Alloh Subhanahu wa Ta`ala, ketidak-sediaannya untuk berpangku tangan melihat hak-hak Alloh diabaikan begitu saja. Seorang muwahhid (konsekwen dengan tauhid) tidak akan begitu saja membiarkan tauhid dihinakan dan kesyirikan dimuliakan. Hanya di masyarakat Islamilah tauhid dimuliakan. Hanya di masyarakat yang dihukum oleh hukum Alloh-lah seorang muwahhid bisa hidup dengan `izzah (kemuliaan dan kehormatan).
Amal ini merupakan suatu tangga bagi seorang muslim untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi Alloh Subhanahu wa Ta`ala. Alloh tidak membutuhkan kita untuk memperjuangkan hak-hak-Nya, akan tetapi kitalah yang membutuhkan perjuangan itu untuk maslahat (kepentingan) diri kita sendiri di dunia dan di akhirat. Perjuangan ini adalah suatu karunia dari Alloh Subhanahu wa Ta`ala untuk hamba-hamba-Nya yang Alloh menginginkan kemuliaan baginya. Dalam perjuangan ini akan berkembang kecintaan kepada Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan agamanya pada diri seorang muslim. Akan bertambah pula kebenciaannya kepada syetan dan golongannya. Dalam perjuangan seperti ini pula, seorang pejuang muslim meniti tangga menuju keridhaan Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan ketinggian derajat di sisi-Nya.

PENUTUP

Di negeri yang dihuni oleh dua ratus juta muslim ini, da`wah Ilalloh harus dijalankan secara besar-besaran dan sungguh-sungguh. Musuh-musuh Islam melancarkan usaha mereka siang dan malam tanpa mengenal lelah dan bosan untuk menjauhkan umat ini dari agamanya, mengeluarkan mereka dari agama Alloh dan menghancurkan Islam serta pemeluknya. Da`wah harus dilakukan secara besar-besaran dan sungguh-sungguh, karena itu beban yang akan dipikul oleh pejuang-pejuang da`wah berat sekali. Halangan dan rintangan banyak sekali, Akan tetapi semua halangan dan rintangan itu akan hancur! Pasti hancur dan lenyap, Insya Alloh! Tidak ada satu halangan-pun yang akan bertahan lama di hadapan lajunya sunnah. Tidak akan ada satu rintangan pun yang tidak akan hancur ketika berbenturan dengan gerakan sunniyyah.
Kerajaan Parsi Majusi yang berjaya selama 1000 tahun hancur berantakan hanya dalam waktu beberapa tahun saja, ketika berbenturan dengan gerakan sunniyyah pertama 1400 tahun yang lalu. kerajaan Rum hengkang dari mayoritas wilayah yang dikuasainya, ketika singa-singa sunnah menerkamnya. Semuanya hancur berantakan dan porak-poranda ketika telah datang kebenaran.

Dan katakanlah:”yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap, sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. (QS. Al Israa’ (17): 81)1
Sebanyak mungkin tenaga harus diikut sertakan. Manhaj sunnah Nabawiyyah harus didakwahkan. Ketika Alloh Subhanahu wa Ta`ala telah melihat kejujuran pejuang-pejuang sunnah dan keikhlasan serta kesungguhan mereka telah mencapai puncaknya, kemenanganpun diturunkan dari sisiNya untuk orang-orang yang beriman.
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rosul kepada kaum-kaum mereka, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup),lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang jahat. Dan kami selalu berkewa-jiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar Ruum (30): 47)
Berbahagialah mereka yang dipilih Alloh Subhanahu wa Ta`ala untuk menjadi pembela-pembela manhaj-Nya. Berbahagialah mereka di dunia dan di akhirat.
Pembaca yang budiman… kita hanya mempunyai satu kesempatan untuk hidup di dunia ini dan dalam kurun waktu yang sangat singkat sekali. Kematian bisa menimpa setiap orang dari kita di setiap waktu. Tak ada seorang-pun yang mampu menolaknya, ketika penghancur kehidupan itu muncul dan dengan cara mendadak pula di hadapan kita. Nadzarkanlah diri anda untuk perjuangan ini, anda tidak akan menyesal dan pasti tidak akan menyesal! kebahagian menunggu anda di jalan dakwah ini.
JADILAH ANSHARULLAH!
SELAMAT BERJUANG!!!
HASMI..!!!

1 Ibnu Mas`ud rda meriwayatkan bahwa ketika Rosululloh saw memasuki Makkah, di saat itu di sekeliling Baitulloh terdapat 360 berhala. Kemudian beliau menghancurkan-nya dan mengucapkan ayat 17:81. (HR. Al Bukhori : 2298, Tirmidzi : 3063 dan Ahmad ; 3403)

MENITI JALAN DA`WAH ILALLOH

Jalan inilah yang ditempuh manusia-manusia teragung yang pernah hidup di dunia ini, para nabi dan para rosul. Hanya orang-orang yang dika-runiai Alloh yang ditaqdirkan meniti jalan ini. Berda`wah adalah cara ter-ampuh untuk membentengi diri dari serangan-serangan kufur atas hati kita.
Da`wah adalah suatu perjalanan yang suci, perjuangan membela hak-hak Alloh agar kita dijadikan-Nya dari golongan anshorulloh. Alloh Subha-nahu wa Ta`ala Maha perkasa dan tidak memerlukan pembelaan siapapun juga, kesempatan untuk membela diberikan kepada hamba-hamba yang Alloh inginkan sebagai suatu pembukaan jalan bagi mereka untuk semakin dekat kepada-Nya dan semakin tinggi derajat mereka di sisi-Nya.
Jalan da`wah yang harus kita tempuh seharusnya mempunyai syarat-syarat berikut:
1. Keikhlasan para pelakunya.Yang dimaksud dengan keikhlasan di sini adalah berda`wah hanya dengan tujuan mendapat ridho Alloh Subhana-hu wa Ta`ala dan bukan karena ingin keridhoan manusia atau ganjaran dari makhluk. Ikhlas adalah salah satu dari dua syarat diterimanya amal seseorang oleh Alloh Subhanahu wa Ta`ala. Keikhlasan dalam beramal tidaklah sama antara seseorang dengan yang lainnya, kurangnya keikh-lasan bisa saja terjadi dengan bercampurnya keikhlasan dengan ketidak-ikhlasan. Hal ini adalah suatu penyakit yang setiap pribadi harus mengo-batinya. Kita harus menyadari pentingnya ikhlas dan mempunyai ke-inginan yang kuat sekali untuk mencapai keikhlasan yang sempurna. Dengan modal kedua hal ini kita harus berdo’a dan berusaha untuk mencapai kesempurnaan itu sambil terus beramal dan berda`wah.
Jangan sekali-kali terjebak tipuan Iblis dengan meninggalkan amal (da’wah) karena masih kurang ikhlas. Ikhlas itu tidak akan menjadi sem-purna dengan hanya menunggu kesempurnaannya tanpa bergerak. Syarat ikhlas merupakan syarat pertama diterimanya suatu ibadah, sedangkan syarat kedua adalah Al Mutaba’ah (mengikuti syari`at seperti yang diajarkan Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam) yang kita coba paparkan kandu-ngannya (di jalan da`wah) seperti berikut ini.
2. Da`wah yang kita lakukan harus da`wah sunniyyah yaitu da`wah yang menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama’ah dan menjalankan da`wah di atas manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah pula. Da`wah yang tidak sunnah akan mengantarkan pelakunya kepada kerugian di dunia dan di akhirat.
3. Da`wah itupun harus Jama’iyyah. Tanpa jama’iyyah, da`wah tidak akan sanggup mewujudkan tujuan yang syamil. Da`wah yang tidak jama’iyyah hanya harus kita kerjakan pada kondisi-kondisi yang ter-kecualikan. Tujuan da`wah jama’iyyah pun harus syamil (menyeluruh) yaitu menegakkan hak-hak uluhiyyah di bumi ini, menerapkan man-hajulloh pada seluruh bidang kehidupan. Tujuan parsial hanya berlaku pada da`wah fardiyah saja.

REALITA DA`WAH Di INDONESIA



Realita da`wah luas sekali, pada pasal ini kita akan membahas dari segi sunniyyah da`wah dan jama’iyyahnya. Kedua unsur utama ini pada periode da`wah sekarang ini berada di antara tiada dan wujud yang lemah. Di banyak upaya da`wah kedua unsur tersebut tidak bertemu, dalam arti ada usaha-usaha yang mempunyai salah satu unsur tetapi tidak mempunyai unsur yang lainnya, di waktu yang sama unsur yang adapun kebanyakan berada dalam kadar yang rendah. Ada juga upaya yang mempunyai kedua unsur tersebut tetapi dalam kadar yang lemah sekali.

Kerendahan kadar dalam kedua unsur biasanya terjadi pada syumuliyyah, baik ilmiyah atau amaliyah yang mencakup tujuan dan lapangan da`wah dan terjadi pula pada segi mutu. Untuk lebih jelasnya mari kita bersama menelaah realita ini sebatas yang diperlukan untuk memperjelas pandangan.

  1. Adanya sunniyyah tanpa jama’iyyah.

Dalam macam usaha-usaha seperti ini kita dapati adanya sunniyyah dari segi isi da`wah walaupun kadarnya masih jauh lebih rendah dari sunnah yang sempurna. Kerendahan kadar ini bisa dimaklumi, karena Indonesia memang masih belum mempunyai ulama-ulama sunnah dan lembaga-lembaga pendidikan sunnah yang mapan, baik dari segi kwalitas maupun kwantitas.

Tetapi yang menjadi problem adalah ketidak sadaran sebagian para pelaku da`wah (da’i) tentang hal itu, sehingga merasa bahwa yang mereka miliki dan da`wahkan adalah sunnah yang sempurna. Dengan sendirinya, karena ketidak-sadaran itu di waktu yang sama langkah-langkah menuju kesempurnaanpun menjadi lemah sekali. Kita katakan tadi bahwa sunniyyah yang ada adalah dari segi isi, sedangkan dari segi tujuan yang syamil bisa dikatakan hampir tidak ada.

Walau ada semacam kerjasama di antara para da’i (terkadang), tetapi itu belum sampai pada tarap amal jama’i. Yang menjadi penghalang jama’iyyah mereka bermacam-macam, walau pun semua dari mereka menyadari bahwa musuh-musuh Islam bersatu padu dan berjama’ah dalam memusuhi Islam, hal itu sudah bukan rahasia lagi. Di antara sebab-sebab utama terhalangnya amal jama’i adalah:

  1. Cinta kepemimpinan

Hal ini mencegah persatuan di antara banyak tokoh ahli dunia yang masing-masing ingin menguasai pengikut-pengikutnya. Ketika kita mempunyai husnuzhan (baik sangka) yang besar terhadap para da’i, maka kita harap hal seperti itu hanya sedikit saja terjadi di antara mereka. Tetapi walau pun sedikit, hal ini pasti ada, karena memang merupakan suatu sifat manusia. Sudah barang tentu sang tokoh tidak akan mengakui hal ini, dari itu alasan (penolakan untuk beramal jama`i) yang dikemukakan adalah alasan syar’i yang dipaksa-paksakan.

  1. Su’uzhan (buruk sangka) antar Tokoh Da`wah

Su’uzhan inipun bisa menjadi garis pemecah yang besar sekali dan pada kenyataannya perang mulut antar banyak da’i telah kita saksikan.

  1. Tujuan Da`wah yang tidak syamil

Ketika para pelaku da`wah masih belum mengerti besarnya tujuan da`wah dan besarnya tantangan da`wah yang ada dari pihak musuh-musuh Islam, maka dengan sendirinya mereka tidak akan menyadari betapa pentingnya amal jama’i yang kuat.

Ketidak sadaran mereka tentang syumuliyyah (kesempurnaan) tujuan da`wah jelas sekali terlihat dari cara mereka menangani operasionil dakwah mereka sendiri. Usaha-usaha mereka tidak mengarah kepada penyusunan barisan pembela da`wah sama sekali, di waktu musuh-musuh Islam terus menerus menyusun barisan untuk memusuhi Islam. Mereka seakan tidak menyadari bahwa musuh-musuh sunnah berada di sekeliling mereka serta mereka seakan-akan berada dalam suatu sistem masyarakat Islami.

  1. Syubhat (kejahilan)

Sebab yang keempat ini kita sebut sebagai syubhat, karena kita tidak dapati kata-kata lain yang lebih dekat kepada hal-hal yang akan kita paparkan berikut ini:

    1. Menjauhi amal jama’i karena “Mengira” bahwa arti dari “hizbiyyah1 yang banyak dikecam para ulama adalah amal jama’i. Perkiraan seperti ini tidak bisa ditafsirkan selain syubhat atau kejahilan. Arti hizbiyyah yang dicela para ulama adalah pemihakan pada suatu pihak bukan karena kebenaran pihak tersebut, tetapi karena dorongan-dorongan hawa nafsu dan kecondongan jiwa manusiawi. Jadi jelas sekali amal jama’i bukanlah hizbiyyah, amal jama’i adalah bentuk dari suatu amal sedang hizbiyyah adalah suatu sikap.

    2. Sekelompok dari para pemuda dan da’i mengerti arti dari hizbiyyah yang sebenanya, tetapi mereka beranggapan bahwa hizbiyyah adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam amal jama’i, oleh karena itu mereka menjauhi amal jama’i dengan harapan bisa selamat dari hizbiyyah. Mari kita coba bersama menguji pemikiran mereka.

Kepastian akan timbulnya hizbiyyah pada amal jama’i memerlukan adanya dalil syar’i atau hissi. Pada kenyataannya tidak ada di antara mereka yang sanggup mengemukakan dalil syar’i dalam hal ini. Sedangkan dalil hissi yaitu dalil dari kenyataan tidak ada pembuktian kepastian timbulnya hizbiyyah pada setiap amal jama’i.

Hizbiyyah adalah suatu hal pengikutan hawa nafsu dalam berpihak, hal ini bisa saja terjadi pada amal jama’i, pada kehidupan bermarga dan berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, bermazhab, berkawan atau bersaudara dan lain-lainnya.

Tidak seharusnya kita meninggalkan semua tata kehidupan tersebut karena takut terkena hizbiyyah. Hizbiyyah adalah suatu kesalahan dan kesalahan adalah sekutu manusia. Setiap manusia akan salah. Tidak berarti demi menjauhi kesalahan kita harus berhenti menjadi manusia.

Di dalam setiap peribadatan bisa timbul riya’. Meninggalkan suatu peribadatan karena takut riya adalah suatu kesalahan yang fatal, seperti misalnya meninggalkan sholat jama’ah karena takut riya.2 Meninggalkan hizbiyyah adalah taklif dari Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan Alloh Subhanahu wa Ta`ala tidak membebankan manusia lebih dari kemampuannya.

Hizbiyyah bisa saja terjadi pada amal jama’i dan pada selain amal jama’i. Tugas kita adalah harus terus mengikis kesalahan-kesalahan kita baik hizbiyyah ataupun yang lainnya, bukan malah menambah kesalahan dengan meninggalkan amal jama’i.

Meninggalkan suatu amal sholeh karena takut atau kuatir terkena fitnah adalah perbuatan orang jahil atau munafiq. Hal ini terjadi pada zaman Rosululloh Shallallohu `Alaihi wa Sallam ketika beliau mengajak seorang pemuka masyarakat yang ternyata munafik untuk berjihad melawan Rum. Maka munafik itu pun menolak dengan alasan takut terfitnah oleh kecantikan gadis-gadis Rum. Penolakan ini disebut oleh Alloh Subhanahu wa Ta`ala sebagai “jatuh ke dalam fitnah”, sebagaimana firman-Nya:


Di antara mereka ada yang berkata: ”Berilah saya izin (untuk tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang kafir”. (QS. At Taubah(9): 49)

Ada pula yang mengakui pentingnya amal jama’i tetapi mereka mengatakan aqidah harus didahulukan sebelum hakimiyah dan tanzhim (organisasi). Perkataan seperti ini biasanya dilontarkan tanpa pemikiran yang matang. Hakimiyah adalah bagian yang besar sekali dari aqidah. Sedangkan tanzhim atau jama’iyyahnya da`wah adalah sarana dan bukan aqidah yang keduanya tidak berada dalam satu jalur sampai bisa dan harus dikedepankan atau dikebelakangkan. untuk menyiarkan Aqidah itulah dibentuk tanzhim.

Di antara yang berpandangan negatif terhadap amal jama’i bersandar-kan pada khabar-khabar yang belum pasti, bahwa ada sebagian ulama yang tidak menyetujuinya atau sebagian besar ulama tidak melakukanya bahkan terkadang (dan ini kebanyakan) hanya bersandarkan pada fatwa-fatwa beberapa da’i (yang secara tidak sadar mereka anggap sebagai ulama-ulama besar).

Kita adalah Ahlus sunnah wal jama’ah bukan Ahlul bid’ah! dari itu sumber agama kita adalah Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma’ sahabat bukan lain-lainnya. Siapa saja, ulama mana saja yang berfatwa demikian? Berapa orang mereka? apa di dunia Islam cuma mereka saja yang ada sehingga fatwa mereka menjadi ijma’ dan hujjah? lagi pula pada kenyataannya tidak ada ulama yang berfatwa demikian secara umum sama sekali. Kalau pun ada, hanya terbatas pada buku-buku beberapa penulis (yang kita belum tahu tentang tingkat ilmunya) yang menyatakan pendapat mereka bahwa di negeri tertentu (tempat tinggal si penulis) tidaklah syar’i membentuk jama’ah tanpa izin imam mereka. Alasan si penulis adalah karena imam di negeri itu adalah imam syar’i yang menerapkan syari’ah.

Apakah pendapat seperti ini hujjah atas setiap umat dan di semua tem-pat? Demikiankah manhaj Ahlus sunnah ? Kalau pun ada ijtihad seorang alim yang mementahkan syar’iyyah amal jama’i, apakah ijtihad seorang alim saja bisa kita jadikan sumber untuk agama atas setiap umat?

Masalah agama adalah masalah yang tegas dan bukan permainan. Barangsiapa yang ingin menentang sesuatu secara syar’i, harus mengemu-kakan dalilnya, betapa pun tinggi ilmunya, kecuali Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam.

  1. Adanya jama’iyyah tanpa sunniyyah

Di medan da`wah kita dapati kebanyakan orang menyadari pentingnya amal jama’i, maka terbentuklah banyak kelompok-kelompok atau jama’ah-jama’ah da`wah.

Sebenarnya wadah perjuangan terbaik dan terideal untuk umat ini adalah khilafah Islamiyah. Ketika khilafah Islamiyah belum memungkinkan untuk terbentuk, maka wadah yang berbentuk lebih dari satu negara Islam pun bisa diterima. Ketika pembentukan negara Islam masih terhalang, maka wadah terbaik adalah satu jama’ah untuk seluruh umat di bawah satu pim-pinan. Ketika bentuk seperti ini pun belum bisa diwujudkan, maka adanya beberapa jama’ah sebagai wadah-wadah perjuangan harus diterima sambil terus mengusahakan kerjasama dan saling tolong-menolong sampai cita-cita umat bisa tercapai. 3

Kembali kepada jama’ah-jama’ah da`wah yang ada di lapangan dewasa ini, selama mereka berda`wah kepada manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah maka wujud mereka adalah syar’i. Adapun tentang tidak bersatunya mere-ka, perlu kita sadari bahwa persatuan antar jama’ah bukanlah syarat wujud, tetapi syarat kesempurnaan. Hal ini berarti, kalau syarat ini tidak ada maka wujud mereka tetap syar’i, tetapi kesempurnaan belum tercapai. Tetapi yang benar-benar membingungkan dan mengecewakan di tengah-tengah hasil yang menggembirakan adalah kebanyakan jama’ah-jama’ah yang kita ketahui, tidak menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama’ah.

Jadi manhaj apa yang mereka da`wahkan? Di antara mereka ada jama-’ah-jama’ah yang menda`wahkan manhaj-manhaj yang tidak menentu. Setiap jama’ah dari jama’ah-jama’ah tersebut bukan dipersatukan oleh manhaj tertentu dalam meniti dan menda`wahkan Islam. Tetapi mereka dipersatukan oleh kesatuan tujuan dan kesatuan selera. Sedangkan dalam hal-hal yang asasi dan mendasar seperti aqidah, sesama anggota pun tidak ada persepsi yang sama, apalagi menda`wahkannya kepada umat ini.

Benar, mereka pun menda`wahkan aqidah tetapi sebatas apa-apa yang disepakati firqoh-firqoh Islam atau setiap anggota mendakwahkan aqidah-nya masing-masing. Dengan demikian agama Islam tidak dida`wahkan secara sempurna, tetapi dida`wahkan setelah dipreteli bagian-bagian yang penting. Pemeretelan ini bukan tidak beralasan. Tujuan dari pemeretelan ini adalah untuk menjaga persatuan jama’ah yang memang memerlukan persatuan untuk mencapai tujuannya.

Keliru! Pemeretelan Islam tidak akan membantu dalam mencapai tuju-an, bahkan sebaliknya. Persatuan memang sangat dibutuhkan dalam menca-pai tujuan, tetapi persatuan yang bagaimana yang diperlukan? Persatuan yang diperlukan adalah persatuan diatas manhaj Robbani, manhaj yang benar, manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Berkumpul di atas satu manhaj bid’ah bukanlah persatuan, tetapi furqoh namanya. Sedangkan berkumpul di atas manhaj yang berbeda-beda, lebih hebat lagi, yaitu furqohnya furqoh. Sebab di dalam perkumpulan yang pertama bisa terjadi persatuan barisan, walaupun berfurqoh dari manhaj Firqotun Najiyah. Sedangkan yang kedua tidak akan ada persatuan yang hakiki baik dalam barisan maupun manhaj.

Kapankah firqoh najiah boleh berbaur dengan firqoh-firqoh lainnya? Hal ini boleh terjadi ketika kendali pimpinan sepenuhnya di tangan Ahlussun-nah. Itu pun bukan pembauran! Hubungan kedua belah pihak adalah hu-bungan atas dan bawah bukan hubungan setara. Hubungan ketika Ahlus sunnah sebagai penguasa, ketika itu ahli bid’ah tidak akan diberi kesempa-tan untuk menebar racun-racun mereka dengan leluasa. Keadaan lainnya yang memungkinkan kebersamaan dengan firqoh-firqoh itu adalah ketika terjadinya konfrontasi dengan orang-orang kafir yang ingin mendongkel Islam dari akar-akarnya dalam suatu pertempuran mempertahankan wujud Islami. Ketika yang terakhir itu terjadi, Ahlus sunnah harus tetap memper-tahankan dan memperkuat barisannya itu sendiri serta menda`wahkan manhaj mereka.

Pemeretelan tidak dibolehkan sama sekali walaupun ta’awun dengan firqoh dalam kondisi darurat seperti itu dilakukan. Dalam kondisi kita sekarang ini tidak ada suatu keterpaksaan apa pun untuk membentuk jama’ah da`wah yang di dalamnya bercokol orang-orang dari luar Ahlus Sunnah wal jama’ah.

Rosululloh Shallallohu `alaihi wa Sallam bersabda:

قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Berpegang teguhlah engkau pada jama’atul muslimin serta kepada imam mereka, aku berkata (Khudzaifah Bin Yaman): Apabila mereka tidak punya jama’ah dan imam? Beliau berkata: Jauhilah golongan-golongan itu (Firoq dhollah) semuanya walaupun engkau harus bergantung kepada pokok pohon hingga maut menjemputmu dan engkau dalam keadaan yang demikian.” (HR. Bukhori, no.6557; Muslim, no.3434; Abu Daud, no.3706, Ibnu Majah, no.3969; dan Imam Ahmad, no.22195)

Ketika suatu jama’ah da`wah sunnah sedang melawan bahaya kristeni-sasi di suatu wilayah misalnya, boleh saja bekerja sama dengan seorang bid’i di daerah itu kalau diperlukan dengan syarat tetap menda`wahkan mereka ke sunnah selama hal itu mungkin.

Kekurang tepatan dalam mengenal tujuan dan manhaj da`wah, banyak mempengaruhi kecondongan pemeretelan tersebut. Seperti contohnya suatu jama’ah yang banyak mempunyai anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan hampir di seluruh masyarakat dunia Islam dan bertu-juan operasionil mendirikan negara Islam. Demi mencapai tujuan ini maka persatuan diprioritaskan lebih dari manhaj yang benar. Di dalam jama’ah ini bercampur baur antara Ahlus sunnah dan ahlul bid’ah, sejak dari jenjang struktur yang terendah sampai jenjang struktur yang tertinggi.

Penyimpangan manhaj dalam jalan da`wah mereka tidak bisa dihitung banyaknya. Kita ingin bertanya, kalau tujuan mereka tercapai dan negara pun berdiri, dengan manhaj apakah rakyat itu akan dididik? Di atas manhaj apakah negara itu akan berdiri? yang manakah yang sebenarnya harus didi-rikan, manhaj yang benar yang di dalamnya termasuk negara, ataukah negara dengan manhaj campur aduk?

Suatu jama’ah lainnya yang juga tersebar di seantero dunia ini, sama sekali tidak menghiraukan di atas manhaj apa mereka berjalan dan manhaj mana yang mereka da`wahkan. Mereka mempunyai manhaj sendiri yang juga campur aduk. Penafsiran Laa Ilaaha illalloh pada mereka hanya sebatas pengertian tauhid rububiyah. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar dikoyak-koyak. Kejahilan menjadi salah satu sifat resmi mayoritas anggota mereka, tanpa ada usaha serius sedikit pun untuk mempertinggi ilmu syar’i para anggota. Da`wah mereka sangat terbatas pada beberapa bagian agama Islam saja, yang kebanyakan tidak berbeda dengan agama-agama lainnya.

Apa yang bisa diharapkan dari jama’ah yang seperti ini dalam menegak-kan manhaj Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan hak-hak uluhiyyah-Nya di bumi ini? Di sisi lain keberhasilan mereka dalam merekrut anggota sering sekali merupakan isolasi bagi sang anggota dari pengaruh manhaj yang benar atas dirinya.

Masih ada lagi jama’ah yang lebih “revolusioner” dalam menjauhkan dirinya dari manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah. Jama’ah yang satu ini se-lalu menggembor-gemborkan pendirian khilafah Islamiyyah dan merujuk pada kitab dan hadits. tetapi tidak sekali-kali mengakui ketundukan mereka kepada pemahaman sahabat. Yang lebih berani lagi adalah penolakan mereka secara terang-terangan terhadap hadits ahad dalam aqidah, sekali pun hadits itu shohih. Dengan demikian runtuhlah banyak sekali bagian-bagian aqidah. Tidak merujuknya mereka kepada pemahaman salafus shaleh, melahirkan penyimpangan-penyimpangan di dalam manhaj mereka, sebab pemahaman shalafus shaleh-lah yang diakui oleh Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan Rosul-Nya.

Pada manhaj Ahlus sunnah, hadits ahad disaring dengan penyaringan khusus oleh ulama salaf sampai ditentukan yang shohih dan yang tidak shohih. Lantas yang shohih diterima sebagai dalil untuk semua masalah, ter-masuk aqidah, sedangkan yang tidak shohih ditolak. Kebanyakan masalah-masalah aqidah di sunnah nabawiyyah didapatkan melalui hadits-hadits ahad. Kita sebagai pengikut Rosululloh dan salaf menerima apa-apa yang mereka terima tanpa ragu-ragu dan was-was. Sedangkan ahlul bida’ meno-lak hadits-hadits ahad dengan alasan hadits-hadits tersebut ”Zhonni” (masih dalam tarap sangkaan) dan bukan qot’i (pasti). Hadits ahad di sisi mereka tidak diterima untuk masalah-masalah aqidah yang harus didasar-kan oleh keyakinan.

Menurut manhaj Ahlus sunnah, setelah hadits ahad disaring dengan syarat-syaratnya yang ketat dan dinyatakan shohih maka hadist itu telah bersifat yakin. Bagaimana manhaj Al Qur’an, sunnah dan salafus shaleh? Alloh mengirim rosulnya sendiri-sendiri (ahad) dan khabar mereka harus diterima. Rosululloh mengirim utusannya ke daerah-daerah, kebanyakan utusan itu sendiri-sendiri (ahad) dan khabar yang mereka sampaikan men-jadi hujjah atas orang-orang yang menerima khabar-khabar tersebut, seper-ti halnya pengiriman Mu’adz Bin Jabal ke Yaman.

Adapun Salafus Saleh dari tiga generasi (sahabat, tabi’in, tabi`it tabi’in) semua mereka menerima hadits shohih walau pun ahad sebagai dalil untuk semua masalah termasuk aqidah. Demikian halnya para imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad Bin Hanbal serta Bukhori, Muslim dan semua imam hadits serta ulama-ulama yang mengi-kuti jejak-jejak mereka. Setelah lima abad berlalu, muncullah manhaj bid’ah yang berdasarkan atas filsafat dan ilmu kalam, menolak hadist ahad pada masalah-masalah aqidah.

Jama’ah ini mengklaim diri mereka sebagai Hizbus siyasi (parpol) dan bukan jama’ah da`wah dan ta’lim. Sedangkan Rosululloh diutus sebagai da’i, muallim dan mujahid.4

Bagaimana jama’ah seperti ini bisa diharapkan untuk menegakkan manhaj Robbani di bumi ini? Nah, jama’ah-jama’ah yang kita sebutkan tadi adalah jama’ah-jama’ah non formal. Tentunya masih banyak lagi jama’ah-jama’ah lain yang bergerak di lapangan dari yang kecil sampai yang besar, baik formal maupun non formal.

Bagaimanapun besarnya kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka, tetap saja masing-masing mempunyai kebaikan. Akan tetapi kebaikan-kebaikan itu tidak bisa dijadikan ukuran kebenaran manhaj mereka. Kebe-naran manhaj hanya bisa diukur dengan pertanyaan apakah mereka komit-men dengan manhaj Ahlus sunnah dalam hal tujuan, isi da`wah dan jalan-jalan da`wah itu sendiri? Ada kelompok-kelompok atau personal-personal yang isi da`wahnya banyak parsial (Tidak syamil) tetapi masing-masing memang menurut kemampuannya. Tetapi kebanyakan mereka tujuan da`wahnya masih kabur dan belum tuntas gambarannya. Sedang-kan kelompok-kelompok sempalan yang memang sudah keluar dari Islam walaupun memakai nama Islam, kita menganggap mereka sebagai musuh-musuh Islam.

1 حزبية “Hizbiyyah” berasal dari kata حزب dan ي nisbah (yang artinya adalah الصلة / hubungan dan القرابة / kedekatan). Berarti Hizbiyyah adalah hubungan dan kedekatan pada hizb, sedangkan hizb adalah الجماعة فيها غلظة organisasi atau jama`ah yang memiliki kekuatan. Di dalam Al Qur`an Hizb digolongkan menjadi dua kelompok : yaitu hizbulloh (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan Alloh) dan Hizbusy Syaithon (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan syaithon). Jadi Hizbiyyah memiliki dua keadaan apakah kedekatan dan hubungan kepada Hizbulloh atau kedekatan dan hubungan kepada hizbusy syaithon. Jadi kedua keadaan itu memiliki hukum yang berbeda, jika hizbiyyah kepada hizbulloh, tentu hukumnya bisa berarti wajib. Sedangkan jika hizbiyyah kepada hizbusy syaithon, maka pasti hukumnya haram atau kufri. (Baca Kitab Al Mu’jam al Wasith. Dan kitab Fi Ma Kuntum Hizballoh Aw Hizbasy Syaithon, Abdul Hadi Al MisHRi)

2 Imam Ahmad Al Maqdisi berkata :

وَكَذَلِكَ إِذَا تَرَكَ الْعَمَلَ خَوْفًا مِنْ أَنْ يُقَالَ إِنَّهُ مُرَاءٍ فَلاَ يَنْبَغِيْ ذَلِكَ لأَنَّهُ مِنْ مَكَائِدِ الشَّيْطَانْ

Jika dia meninggalkan amal karena takut dikatakan riya, maka hal itu tidaklah layak dia tinggalkan, karena itu (meninggalkan amal karena takut dikatakan riya’) bagian dari tipu daya syaithon”. (Mukhatshor Minhaj Al Qoshidin : 245)

3 Dalam satu qaedah dinyatakan :

مَالاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُّهُ

Sesuatu yang tidak dapat diraih secara menyeluruh tidak harus ditinggalkan seluruhnya’.

4 Baca QS. 33 : 46

SUNNIYYAH DAN JAMA’ IYYAH DA`WAH

.
Sebelum kita membahas tentang
sunniyyah da`wah dan jama’iyyahnya, sebaiknya terlebih dahulu kita tegaskan tujuan dari da`wah itu sendiri.

Bagi personal seorang da’i tujuan dari aktifitas da`wahnya adalah untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Alloh Subhanahu wa Ta`ala dan surga, serta mendapat pahala sebesar-besarnya melalui usaha-usahanya untuk menegakkan Manhaj Alloh Subhanahu wa Ta`ala di bumi ini dan membantu sebanyak-banyak manusia agar mereka mendapat hidayah dari Alloh Subhanahu wa Ta`ala. Seorang da’i mengharapkan Alloh Subhanahu wa Ta`ala akan mencintainya karena dia adalah prajurit-Nya yang setia dalam membela hak-hak Uluhiyyah dan mengharap sebanyak-banyaknya pahala ketika ia menjadi sebab dapatnya seseorang hidayah dari Alloh Subhanahu wa Ta`ala.

Adapun tujuan da`wah secara umum adalah mewujudkan Islam di bumi ini, menegakkan hak-hak uluhiyyah di alam nyata, menjadikan manusia berada di jalan yang diridhoi Alloh Subhanahu wa Ta`ala, merubah seluruh aspek kehidu-pan manusia dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan Islamiyah.

  1. Sunniyyah Da`wah (Da`wah Sunniyyah)1

Semua tujuan dakwah yang telah ditegaskan tadi tidak mungkin tercapai oleh selain da`wah sunniyyah, yaitu da`wah yang berjalan di atas sunnah dan menda`wahkan manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah. Adapun da`wah yang bukan sunniyyah adalah da`wah yang tidak berjalan di atas sunnah dan tidak menda`wahkan manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah. Hal ini ber-arti da`wah itu berjalan di jalan yang sesat yang tidak sejalan dengan tujuan pribadi seorang da’i dan tujuan umum da`wah itu sendiri seperti yang telah kita jelaskan.

  1. Amal Jama’i Dalam Berda`wah (Jama’iyyah Da`wah)

Untuk memperdalam kesadaran akan pentingnya beramal Jama’i dalam berda`wah, mari kita renungkan hal-hal di bawah ini:

    1. Kalau kita tinjau tujuan-tujuan da`wah dan sarana-sarana yang kita per-lukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, jelaslah bahwa akal ma-nusia yang sehat, tidak bisa menerima sama sekali bahwa hal-hal tersebut bisa terwujudkan tanpa amal jama’i, akal pun mengharuskan beramal jama’i. Ketika akal mengharuskan sesuatu, kita harus mengikutinya selama syari’ah tidak melarangnya dan selama syari’ah tidak menunjuk-kan jalan lain selain yang diharuskan oleh akal.

Kita bukanlah aqlaniyyun (kaum rasionalis) yang mengikuti akal walau pun bertentangan dengan syari’at. Kita bukanlah mereka yang mencam-pakkan syari’at ketika ada produk-produk akal yang bertentangan dengan syari’ah. Kita adalah Ahlus sunnah wal jama’ah, pengikut Rosulullah Shallallohu `Alaihi wa Sallam, Al-Qur’an, Hadits dan Manhaj Salafus Soleh.

Ahlus sunnah berprinsip bahwa akal yang bersih dan sehat sebagai sandaran taklif tidak mungkin bertentangan dengan syari’ah. Kalau ada produk akal yang bertentangan dengan syari’at, itu adalah produk yang salah yang dikarenakan kekurang bersihan atau kekurangsehatan dari akal tertentu yang membuat produk itu. Produk akal seperti ini pasti kita buang jauh-jauh. Di waktu yang sama kita pun berprinsip tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal atau tidak menggunakan akalnya.

Lapangan kerja akal dan batasan-batasannya telah ditentukan oleh Islam. Selama syari’at tidak melarangnya dan selama syari’ah tidak menentangnya produk akal adalah rambu-rambu terbaik untuk diikuti.

    1. Amal jama’i telah diterapkan oleh Rosululloh Shallallohu `Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya dalam berda`wah. Mereka bergerak berda`wah di bawah komando Rosulullah Shallallohu `Alaihi wa Sallam.

Rosulullahlah yang mengirim mereka ke Habasyah, beliau pulalah yang mengangkat para naqib untuk Anshar dan mengirim utusan-utusan da`wah yang banyak sekali, baik sebelum maupun sesudah hijrah. Rosu-lullah Shallallohu `Alaihi wa Sallam telah menda`wahkan para kabilah sambil meminta mereka untuk mengawal da`wah dan masih banyak lagi praktek-praktek amal jama’i yang dikerjakan oleh beliau.

    1. Da`wah adalah suatu amal kebajikan dan ketaqwaan bahkan amal keba-jikan yang terbesar, oleh karena itu da`wah termasuk pada perintah yang terkandung di dalam ayat berikut:

Dan tolong-menolonglah kalian dalam (Mengerjakan) kebaikan dan taqwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.Dan bertaqwalah kalian pada Alloh, sesungguhnya Alloh amat berat siksanya”. (QS. Al Maidah (5): 2)

Dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan perintah ta’awun ini, kita dapati ta’awwun yang terorganisir dan terpimpin adalah bentuk yang terbaik. itulah yang dimaksud dengan amal jama’i dalam berda`wah.2

    1. Da`wah adalah amal nushroh (membela agama Alloh Subhanahu wa Ta`ala) karena tujuan da`wah adalah menegakkan hak-hak Alloh Subhanahu wa Ta`ala.

Alloh Subhanahu wa Ta`ala berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Alloh sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada para pengikut-pengikutnya yang setia: ”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (Untuk menegakkan Agama) Alloh? Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: ”Kamilah penolong-penolong agama Alloh!”. Lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir maka kami dukung orang-orang yang beriman atas musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (QS. As Shaf (61): 14)

Pelaksanaan nushroh akan mempunyai musuh yang menghadang. Bagai-mana kita harus menghadapi mereka tanpa amal jama’i sedangkan mereka bersatu dalam amal-amal jama’i?3 Di ayat yang berikut Alloh Subhanahu wa Ta`ala telah memuji hamba-hamba-Nya yang bersatu teguh dalam perjuangan dengan menggambarkan mereka seolah-olah bangunan yang kokoh.

Alloh Subhanahu wa Ta`ala berfirman:


Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. As Shaf (61): 4)

5. Amal Jama’i dalam berda`wah pun akan membentuk terwujudnya ling-kungan kehidupan yang lebih komitmen terhadap Islam. Manfaat lingku-ngan hidup seperti ini sudah barang tentu jelas sekali bagi kehidupan keagamaan dan juga kebutuhan manusiawi, sehingga tidak lagi membu-tuhkan penjelasan yang panjang lebar.

Demikian pentingnya sunniyyah da`wah dan jama’iyyahnya sehingga keduanya seakan-akan bayangan dari “sunnah wal jama’ah” itu sendiri. Hal yang serupa kita dapati hampir di semua peribadatan utama dalam Islam yaitu menerapkannya secara sunnah dan secara berjama’ah, seperti pada sholat lima waktu, sholat jum’at, puasa, haji dan jihad fisabilillah.













1 Baca QS. 12 : 108 dan QS. 6 : 153

2 Baca tafsir ayat tersebut dalam “Taisir Al Karim Ar Rahman Fi Tafsir Kalam Al Mannan” : 182

3 Baca QS. 9 : 36. Ibnu `Athiyyah ketika menjelaskan ayat ini mengatakan :

Sebagaimana upaya mereka memerangi kita dengan bersatu, maka seperti itulah kefardhuan kita bersatu dalam memerangi mereka”. (Al Jami` Li Ahkam Al Qur`an, Al Qurthubi : 8/136)

DA`WAH DAN PERUBAHAN



Keadaan umat yang sangat menyedihkan dan menghawatirkan seperti yang telah kita paparkan sebelumnya harus dirubah. Usaha-usaha peru-bahan yang serius dan gigih harus segera dilakukan. Bukan hanya karena keadaan tersebut sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan, tetapi yang lebih dalam dan lebih agung dari itu semua adalah bahwasanya kita sebagai prajurit-prajurit Alloh yang setia, sebagai jundulloh yang loyal kepada-Nya, harus membela dan menegakkan kedaulatan manhaj Alloh di kehidupan seluruh manusia. Kita harus lebih serta jauh lebih setia dan loyal kepada Alloh Subhanahu wa Ta`ala dari para prajurit Iblis dalam keloyalan mereka terhadap Iblis. Mereka bergerak tanpa mengenal lelah dan takut, berjuang untuk mendirikan dan mempertahankan jahiliyah di bumi ini.

Alloh Subhanahu wa Ta`ala berfirman:


Dan janganlah kalian merasa lemah dihadapan kaum (kuffar), bila kalian merasakan kesakitan, mereka juga merasakan kesakitan seperti kalian mera-sakan sakit, serta kalian berharap dari Alloh apa-apa yang mereka tak mengharapkannya dan Alloh Maha mengetahui lagi Maha berhikmah”. (QS.An Nisa (4): 104)


Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Alloh sebagi tan-dingan-tandingan, mereka mencintainya seperti mereka mencintai Alloh, sedangkan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Alloh”. (QS. Al Baqoroh(2): 165)

Masyarakat harus diIslamkan! Sistem Islami harus berdiri di masyara-kat! Tak ada bentuk lingkungan hidup apa pun juga untuk kaum muslimin hidup dengan jaya, bahagia dan selamat, selain masyarakat Islami. Tetapi bagaimana-kah jalan mencapainya? Jalannya sudah jelas sekali sejak lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu. Jalan itu telah ditempuh oleh teladan kita Rosululloh Shallallohu `alaihi wa Sallam, yaitu jalan da`wah. Jalan penyampaian risalah kepada seluruh manusia, kemudian membimbing orang yang menerima dakwah ini untuk menerapkannya dan untuk terus berusaha dengan gigih mendirikan masyarakat Islami. Semua langkah ini termasuk dalam arti jihad secara umum, yaitu melakukan usaha semaksimal mung-kin dalam menegakkan manhaj Alloh Subhanahu wa Ta`ala di bumi ini.

Kita mengakui kesyar’iyyahan jihad, baik dalam arti umum maupun khusus1 yaitu berperang (perang fisik) untuk meninggikan kalimat (manhaj) Alloh Subhanahu wa Ta`ala. Barangsiapa yang mengingkari ke-syari’yyahan jihad fisabilillah telah keluar dari Islam. Tetapi dalam memi-lih jalan yang tepat, yaitu jalan damai atau jalan peperangan, dalam men-dirikan masyarakat Islami, kita perlu sekali menyelami dan memahami banyak hal yang di antara pokok-pokoknya:

  1. Tujuan jihad (perang fisik) adalah untuk mewujudkan maslahat diniyyah (diantaranya hak-ahak uluhiyyah) dan maslahat umat manusia dan sekali-kali bukanlah untuk memuaskan nafsu membunuh serta menum-pahkan darah.


Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Alloh belaka. Jika mereka berhenti maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang dzolim”. (QS. Al Baqoroh (2): 193)

  1. Jalan yang harus ditempuh adalah jalan yang dapat mewujudkan maslahat sebesar-besarnya dengan mafsadah yang sekecil-kecilnya.

  2. Jihad fisik dalam Islam dilakukan ketika pihak yang berhadapan tidak mau menerima da`wah. Di dalam setiap peperangan kita diperintahkan untuk terlebih dahulu menawarkan kepada kaum kafir salah satu di antara tiga hal yaitu: masuk Islam, bayar jizyah atau berperang. ketika salah satu dari Islam atau jizyah diterima, maka peperangan pun batal.

عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَمِيرًا عَلَى سَرِيَّةٍ أَوْ جَيْشٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا وَقَالَ اغْزُوا بِسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ فَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ أَوْ خِلاَلٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ إِلَيْهَا فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَعْلِمْهُمْ إِنْ هُمْ فَعَلُوا ذَلِكَ أَنَّ لَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَأَنَّ عَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا وَاخْتَارُوا دَارَهُمْ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَكُونُ لَهُمْ فِي الْفَيْءِ وَالْغَنِيمَةِ نَصِيبٌ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَادْعُهُمْ إِلَى إِعْطَاءِ الْجِزْيَةِ فَإِنْ أَجَابُوا فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ اللَّهَ ثُمَّ قَاتِلْهُمْ

Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya berkata: Rosululloh shallallohu `alaihi wa sallam jika mengutus seorang pemimpin untuk satu pasu-kan perang atau tentara, beliau memberikan wasiat khusus untuk diri beliau agar bertaqwa kepada Alloh dan seluruh kaum muslimin dengan nasehat kebaikan. Beliau shallallohu `alaihi wa sallam bersabda: “Berpe-ranglah fi sabilillah dengan nama Alloh. Perangilah orang yang kufur kepada Alloh. Jika engkau menjumpai musuhmu dari kalangan kaum musyrikin, serulah mereka dengan 3 hal, mana di antara itu yang mereka terima, maka terimalah dan tahan diri kalian. Serulah mereka kepada Islam, jika mereka terima, maka terimalah. Kemudian, serulah mereka untuk pindah dari negeri mereka ke negeri kaum muhajirin. Beritahu mereka, jika mereka melakukan demikian, mereka akan mendapatkan hak sebagaimana hak kaum muhajirin serta memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban kaum muhajirin. Jika mereka tidak mau dan memilih tetap di negeri mereka, maka beritahulah kepada mereka bahwa mereka seperti kaum muslimin a`rab yang akan diberlakukan hukum Alloh seperti yang berlaku kepada kaum mu`minin, mereka tidak akan mendapatkan fai dan ghoni-mah kecuali jika mereka ikut berjihad bersama kaum muslimin. Jika mereka tidak mau, serulah mereka untuk membayar jizyah. Jika mereka terima, maka terimalah mereka dan tahan diri kalian. Jika mereka tidak mau, mintalah pertolongan kepada Alloh dan perangilah mereka”. (HR. Muslim, no.3261; Tirmidzi, no.1542; Abu Daud, no.2245; Ibnu Majah, no.2849; dan Ad Darimi, no.2335)

  1. Sistem Islami tidak bisa diterapkan pada suatu masyarakat yang mayo-ritas kekuatan di masyarakat itu, secara langsung atau tidak langsung menolak sistem Islam kecuali ketika suatu negara Islam mengalahkan negara kafir, lantas ditegakkanlah padanya syari’ah Islamiyah. Jadi sebelum penerapan syari’ah dilakukan, harus ada usaha persiapan yang cukup.

  2. Rosululloh shallallohu `alaihi wa sallam sendiri telah menjadikan masya-rakat dan negara Islam pertama di Madinah, tanpa melakukan pepe-rangan. Negara Islam itu didirikan dengan jalan damai (da`wah) walau pun hal ini tidak menyangkal kemungkinan diperlukannya kekerasan dalam kondisi atau zaman tertentu.

Kalau kita amati secara cermat keadaan pada waktu ini, kita dapati bahwa kebebasan berda`wah masih sangat luas, kejahilan terhadap Islam masih mencakup mayoritas kaum muslimin dan usaha mendirikan masya-rakat Islami dengan kekerasan hanya akan menimbulkan pertumpahan darah sesama kaum muslimin tanpa ada gunanya. Serta menyebabkan kerusakan berat atas kehidupan umat dan atas perjalanan pembentukan masyarakat Islami itu sendiri.

Oleh karena itu, jalan damailah yang harus ditempuh sampai benar-benar terbukti bahwa jalan ini sudah benar-benar tertutup. Kita berdo’a dan yakin (insya Alloh) jalan ini tidak akan tertutup Wallohu A’lam.

Untuk dapat memahami lebih dalam lagi perhatian Islam yang sangat serius dalam mencegah terjadinya pertumpahan darah yang korbannya adalah kaum muslimin juga dan tanpa ada gunanya, mari kita simak baik -baik ayat berikut ini:

Dia Alloh yang mencegah tangan kalian atas mereka dan mencegah tangan mereka atas kalian, setelah mengunggulkan kalian di atas mereka. Sesung-guhnya AIloh Maha melihat apa yang kalian kerjakan. Merekalah orang-orang kafir yang menghalangi kalian dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan) nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mu’min dan perempuan yang mu’mi-nah yang tiada kalian ketahui, lantas kalian bunuh mereka lalu yang demikian menyebabkan kalian ditimpa kesusahan karenanya tanpa pengetahuan kalian. Supaya Alloh memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan meng-azab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih”. (QS. Al Fath (48): 24-25)

Sejarah harokah-harokah Islamiyah itu sendiri telah membuktikan bahwa kesalahan memilih jalan yang tepat telah banyak menelan korban yang tidak perlu dan menimbulkan banyak kerusakan.

Kita jangan tertipu oleh manhaj-manhaj sesat yang sama sekali tidak menghiraukan prinsip Islam dalam mencapai tujuan mereka, sehingga penumpahan darah kaum muslimin menjadi masalah yang ringan sekali. Jangan sekali-kali hanya mengikuti semangat dan darah muda tanpa menghiraukan ilmu syar’i dalam masalah ini. Tetapi jangan pula sampai mengharamkan jihad yang syar’i dan sunni.

Usaha pendirian masyarakat Islami dengan cara damai harus ditempuh, bukan karena kita kaum penakut! Seorang muslim rela berkorban jiwa sekali pun, demi berdirinya hak-hak uluhiyah di bumi ini. Jangan sekali-kali berada di barisan orang-orang yang merusak, walaupun mengatas namakan Islam.

Jalan damailah yang harus ditempuh pada zaman dan kondisi umat yang seperti ini, bukan jalan kekerasan, pemberontakan dan pertumpahan darah. Semua itu bukan berarti kita anti jihad, barang siapa yang menen-tang syari’at jihad, telah keluar dari Islam. Tetapi seperti halnya semua bagian syari’at, jihad pun mempunyai syarat-syarat pelaksanaan.

Jalan damai yang harus kita tempuh adalah jalan damai yang halal. Menda`wahkan seluruh masyarakat kepada Ahlus sunnah wal jama’ah dan mengajak mereka untuk menghimpun seluruh kemampuan yang ada untuk bersama-sama menjalankan usaha-usaha dalam mendirikan masyarakat Islami. Mentarbiyah masyarakat untuk berpegang teguh kepada Islam. Mengusahakan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang islami dan lembaga-lembaga selain pendidikan. Menda`wahkan semua lapisan masyarakat untuk menerapkan Islam dalam kehidupan pribadi-pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Membentuk arus Islam yang kuat yang tidak bisa dijegal oleh kekuatan kufur apa pun, untuk mendirikan masyarakat Islami.

1 Ibnu Taimiyyah –rohimahulloh- berkata,

اَلْجِهَادُ هُوَ بَذْلُ اْلوُسْعِ فِي حُصُوْلِ مَحْبُوْبِ اْلحَقِّ وَدَفْعِ مَا يَكْرَهُهُ اْلحَقُّ.

Jihad adalah mengerahkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang dicintai Alloh dan menolak sesuatu yang dibenciNya”. (Majmu` Al Fatawa, 10/192)

Al Kasani –rahimahullah- berkata,

وَ فِي عُرْفِ الشَّرْعِ يُسْتَعْمَلُ فِي بَذْلِ اْلوُسْعِ وَالطَّاقَةِ بِاْلقَتْلِ فِي سَبِيْلِ اللهِ عَزَّوَجَلَّ بِالنَّفْسِ وَاْلمَالِ وَاللِّسَانِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ أَوِ اْلمُبَالَغَةِ ذَلِكَ.

Jihad menurut arti syar`i digunakan sebagai upaya mengerahkan kemampuan dan kesanggupan dengan berperang di jalan Alloh dengan jiwa, harta, lisan dan lain-lainnya serta bersungguh-sungguh dalam hal itu”. (Badai`u Ash Shonai`i : 7/97)

Ibnu Abidin berkata,

اَلدُّعَاءُ إِلَى الدِّيْنِ الحَقِّ وَقِتَالِ مَنْ لَمْ يَقْبَلْهُ.

Mengajak ke dalam agama yang haq dan memerangi orang yang tidak menerimanya”. (Hasyiyah Rod Al Mukhtar : 4/121)

BERITA TERKINI

Rabu sore kemarin (02/12), otoritas penjajah Zionis memberikan surat resmi kepada Kepala Badan Tertinggi Islam di Al-Quds, yang isinya melarang khatib masjid Al-Aqsha Syekh Ikrimah Shabri untuk masuk masjid Al-Aqsha selama 6 bulan ke depan.

Ketika Syekh Shabri baru saja pulang dari Saudi kemarin, otoritas Zionis langsung memanggilnya untuk diinterogasi. Karena kelelahan sebab baru saja pulang dari perjalanan jauh, Syekh Shabri sempat meminta pengacarnya Khalid Zabariqah untuk mengundur waktu ke hari lain untuk memenuhi panggilan Zionis itu.

Akan tetapi Zionis menolak untuk menunda dan mengancam akan menangkap Syekh Shabri jika tidak segera memenuhi panggilan otoritas Zionis. Oleh karena itu, Syekh Shabri terpaksa segera menuju ruang intelijen No. 4 yang berada di pusat penahanan dan penyelidikan "Compound" sebelah Barat Al-Quds, untuk menerima keputusan pelarangannya memasuki masjid Al-Aqsha.

Sebelumnya beberapa hari yang lalu, otoritas penjajah Zionis juga mengeluarkan beberapa keputusan yang menjauhkan hak pribadi, nasional, agama, dan lembaga-lembaga dari masjid Al-Aqsha. (Sn/ikh/myj)

eramuslim.com