SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Situs sunankudus.blogspot.com, yang menyajikan Site Bernuansa Islami berisikan Hikmah Al-qur'an dan Mutiara Hadits, insya Allah dapat memberikan kesejukan hati dan ketentraman jiwa bagi anda yang mengunjungi Site ini. Membawa Anda kepada pemahaman Islam yang benar sesuai apa yang di bawa Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. semoga situs ini menjadi sumbangan dalam perjuangan islam. Pesan saya: Ikutilah Jalan Sirotulmustaqim dengan sungguh-sungguh. karena jalan otulah yag termudah menuju Allah dan syurga-Nya. Kurang dan lebihnya blog ini maafin yaa..saran dan kritik bisa kamu kirim ke santrisunny@yahoo.co.id. sukron katsiron telah mampir ke blog ini.. yang mau kirim tulisan silahkan email ke santrisunny@yahoo.co.id

Selasa, 03 Maret 2009

URGENSI WAKTU & SENI MEMENEJNYA

Seorang ahli hikmah bertutur:

”apabila suatu hari kulewati, sementara tiada suatu hal bermanfaat yang kuperbuat untuk bekal akhiratku, dan tidak pula suatu ilmupun yang dapat kutimba, maka hari itu bukan termasuk umurku, umurku terbuang sia-sia”
Waktu Adalah Nikmat Yang Agung


Allah swt banyak bersumpah dengan waktu. Tidak lain karena keagungan nikmat waktu dan begitu urgennya dalam kehidupan ummat manusia. Allah swt bersumpah dengan waktu dhuha, waktu malam, siang[1] dan bahkan dengan waktu itu sendir; “Demi masa” [2].

Rasulullah saw melarang kita mencaci waktu. Karena waktu adalah hamba Allah swt yang senantiasa tunduk dan berserah diri kepada-Nya. Atas perintah-Nya dia berlalu dan melaju bagaikan badai tanpa ada yang sanggup menghentikannya, kecuali Allah swt Yang Maha Perkasa. Rasulullah saw bersabda:



نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua nikmat yang kebanyakan manu-sia tertipu darinya, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang” (HR. al-Bukhariy)



Waktu Adalah Umur dan Kesempatan



Keberadaan kita dalam waktu adalah bagaikan ruang yang membatasi. Tanpanya kita benar-benar tiada. Allah swt adalah Dzat yang selalu mendatangkan waktu silih berganti, sehingga hari kemarin tidak akan dapat kita jumpai lagi. Bahkan sedetik waktu yang telah berlalu, terlalu jauh kebanding setahun yang akan datang. Karena setiap yang akan datang pastilah dekat.



Orang yang bertanggungjawab hanyalah orang yang menghargai waktu-waktunya. Adapun mereka yanng menyia-nyiakannya, maka ia pasti akan menuai kerugian besar.



Yang bisa dilakukannya hanyalah menerima tanggung saja!! Ia hidup dalam keadaan mati, meskipun ia berjalan di muka bumi, masih merah warna darahnya dan masih berdetak jantungnya. Inilah makna yang tersirat dari ucapan orang-orang kafir ketika mereka ditanya:

”Berapa tahunkah lamanya engkau tinggal di bumi? Mereka menjawab: Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari”[3]

Jawaban ini menunjukkan bahwa seakan-akan mereka hidup hanya sehari atau setengah hari saja. Padahal sebenarnya di antara mereka ada yang hidup selama 60 (enam puluh) tahun, ada yang hingga 80 (delapan puluh) tahun dan bahkan ada yang hingga 100 (seratus tahun) atau bahkan lebih.



Namun mereka tidak memahami arti umur, serta tidak mampu menguasai dan mengisinya, sehingga merasa bahwa perjalanan hidupnya di dunia serasa begitu singkat, mengingat mereka tidak mengetahui masalah akhirat. Mereka hanya mengonsentrasikan pada masalah keduniawian belaka. Waktu-waktu yang dilaluinya berisi kesia-siaan semata.



Waktu adalah kesempatan untuk berbuat baik dan berbekal di hari kemudian. Ketika maut (kematian) menjemput, maka saat itulah hilang sudah kesempatan kita.



Yang tersisa hanyalah kenangan atau penyesalan. Tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki ataupun menambah kebaikan. Hilangnya kesempatan bagi orang lain merupakan pelajaran berharga bagi setiap orang yang takut kepada Allah swt dan hari pembalasan. Sehingga seusai menceritakan adzab yang membinasakan Fir’aun, maka Allah swt berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى


“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut” [QS. an-Na’zi’at (79): 26]
Menejemen Waktu

Tugas dan kewajiban kita sebagai manusia sangat banyak, sedang waktu sangatlah membatasi ruang gerak dan usaha kita. Dilihat dari sisi waktu dan kepentingannya, pekerjaan ada bermacam-macam jenis dan tingkatannya. Dari sini seorang mukmin harus memandang, memilih dan memilah berbagai pekerjaannya, dengan mengatur dan memenejnya, yaitu: dengan



1. Dahulukan yang wajib dari yang sunnah atau mubah.



Karena takwa terletak pada pekerjaan yang diwajibkan dan meninggalkan yang di haramkan, bukan pada pekerjaan yang sunnah. Disanalah letak terjadinya tuntutan dan pertanggungjawaban!! Jika seseorang melalaikan yang wajib, maka cacat atau bahkan batallah ketakwaannya. Namun jika meninggalkan yang sunnah, maka tidaklah merubah ketakwaannya.



Amalan mandāb (sunnah) adalah penjaga dan pemelihara yang wajib. Lantas apa pedulinya kita bayar satpam tanpa ada yang dijaga??!! Amalan sunnah adalah penambal amalan wajib dari ketidaksempurnaan, lantas apa gunanya menambal ban sedang yang ditambal tidak ada?? Tentunya hanya bertepuk sebelah tangan!! Allah swt lebih cinta terhadap amalan wajib dari yang lainnya. Allah swt berfirman dalam hadits qudsi tentang amalan para wali-Nya:



“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada apa yang telah aku wajibkan kepadanya”.



Baru setelah itu Allah swt lanjutkan dengan amalan sunnah, dalam firman-Nya:

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya” (HR. al-Bukhariy)



Sebagai contoh adalah ketika iqamah telah dikumandangkan, maka janganlah memulai ataupun meneruskan shalat sunnat (jika masih sisa satu ruku’ atau lebih). Jangan mengutamakan shalat tahajjud jika malah tidak akan sanggup bangun pagi untuk shalat shubuh!



2. Dahulukan yang fardhu ‘ain dari yang fardhu kifayah.



Kadang dua atau tiga amalan fardu berbenturan dalam satu waktu dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk melakukannya secara bersamaan. Maka jika di antara sekian fardhu itu ada yang fardu ‘ain, tidak ada pilihan lain kecuali mengutamakan yang fardu ‘ain. Karena yang fardu kifayah akan gugur dengan sendirinya jika ada orang yang mengerjakannya. Sedang yang fardu ‘ain, tidak akan ada yang mengerjakannya kecuali kita sendiri.



Contohnya adalah seorang menejer tidak boleh sibuk mengerjakan pekerjaan para stafnya sedang ia punya pekerjaan meeting atau planing program yang tidak dapat diwakilkan. Jika anda seorang dosen, maka menyiapkan materi pembelajaran harus didahulukan dari pada membantu cleaning servis. Maka pekerjaan yang tidak dapat diwakilkan harus dikerjakan sendiri dan diutamakan dari pada yang bisa diwakilkan. Dan yang sekiranya bisa diwakilkan mintalah orang lain untuk menggantikannya.



3. Dahulukan wajib mudhayyaq (sempit waktu) dari yang muwassa’ (lapang atau longgar).

Ada kewajiban yang sifatnya longgar, sehingga bisa diulur barang sejenak atau bahkan di lain waktu. Adapula kewajiban yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Maka inilah yang harus didahulukan.

Misalnya saat laporan tahunan sebuah institusi harus segera diselesaikan dan tidak dapat ditunda karena lembaga tersebut memang sudah berjalan hingga penghujung tahunnya. Maka laporan inilah yang harus diprioritaskan dari kewajiban lainnya. Bukankah ketika waktu ashar telah hampir usai, sedang kita belum shalat ashar, maka shalat ashar itulah kewajiban yang paling utama dibanding yang lainnya?



4. dahulukan yang paling utama dari yang utama.



Setiap kita ingin mengejar keutamaan, namun keutamaan itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Sedang waktu , kesempatan dan kemampuan kita amat sangat terbatas. Memilih pekerjaan yang paling utama merupakan efisiensi waktu, sekaligus merupakan suatu kemampuan untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih besar.

Oleh karena itu, maka Rasulullah saw memprioritasakan dakwah tauhid dari pada yang lainnya; seperti persaudaraan, memulyakan tamu, menyantuni anak yatim, fakir miskin dan lainnya, namun bukan berarti beliau mengabaikannya sama sekali.



5. mulailah dari yang termudah.



Dalam mengerjakan sesuatu hendaknya kita memulai dari perkara yang paling mudah, kemudian yang mudah, yang agak sulit baru kemudian yang sulit dan seterusnya. Hal ini merupakan fitrah manusia. Anak kecil, dia hanya belajar berjalan dan mengucapkan kata-kata yang sederhana saja, tak lebih dari itu. Lain halnya kalau kita memperhatikan apa yang dikerjakan oleh bapak dan ibu si bayi.

Singkatnya, kalau di permulaan kita sudah dihadapkan pada permasalahan yang pelik, maka bukan keberhasilan yang akan kita peroleh, namun rasa enggan dan pesimislah yang akan menghantui.

Rasulullah saw apabila disodorkan kepada beliau dua perkara, maka beliau pasti memilih yang termudah di antara keduanya, asalkan bukan merupakan dosa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya uslub tadarruj (bertahap dan perlahan) dalam segala sesuatu, yaitu berangsur-angsur dan tidak tergesa-gesa dalam mengerjakannya.



6. Selesaikan pekerjaan hari ini dan jangan ditunda.



Dengan menunda-nunda , maka pekerjaan akan semakin menumpuk di hadapan kita dan akan semakin berat mengerjakannya. Kalau sudah demikian, kita akan menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan curahan fikiran dan tenaga yang tidak optimal sehingga hasilnyapun tidak akan maksimal. Menunda-nunda pekerjaan adalah jalan syetan yang diperuntukkan bagi pelamar kegagalan.



Sedangkan orang yang sukses adalah orang yang disibukkan dengan perlombaan yang maha dasyat, yaitu perlombaan yang memerlukan kesungguhan, ketekunan serta kecepatan dan ketepatan dalam berpikir dan bertindak. Perlombaan yang menentukan antara bahagia dan sengsara, mulia dan hina, syurga dan neraka.



Bersegera bukan berarti tergesa-gesa, karena bersegera adalah kecepatan dalam merespon sesuatu dibarengi dengan perhitungan yang matang dan kesabaran yang sempurna untuk menunggu hasil yang diharapkan. Sedangkan tergesa-gesa adalah suatu tindakan tanpa perhitungan yang didasari oleh ketidakmampuan untuk bersabar dalam menunggu hasil. Orang yang tergesa-gesa untuk memperoleh sesuatu yang belum waktunya, maka ia tidak akan mendapatkannya sama sekali.



7. Belajarlah dari kegagalan masa lalu.



Seorang yang bijak tidak akan terperosok ke dalam lubang yang sama. jadikanlah kegagalan di masa lalu sebagai batu loncatan untuk menuju ke masa depan yang lebih baik. Karena hampir semua manusia tidak lepas dari kegagalan ketika menempuh sesuatu di masa lalunya, namun jangan sampai kesalahan yang sama yang menjadi sebab terjadinya kegagalan di masa lalu terulang kembali.



8. jangan bernostalgia dengan kegagalan masa lalu.



Larut dalam kesedihan atas hal-hal yang telah terjadi di masa lalu yang tidak mungkin untuk diputar ulang kembali, hanya akan menambah kepedihan, kegundahan dan penyesalan yang berkepanjangan, yang hanya akan mewariskan kemalasan. Hingga pada gilirannya akan menghantarkan kepada kedunguan dan bahkan kegilaan (stress).



9. jangan memikul beban yang belum sampai waktunya.



Kekhawatiran luar biasa terhadap segala apa yang akan terjadi di masa depan akan menjadi penghambat perubahan ke arah yang lebih baik di masa depan, serta akan mengubur potensi dan rasa percaya diri. Sadarlah, bahwa yang kita punyai hanyalah hari ini. Kemarin telah pergi jauh dan tak akan kembali lagi.

Sedang hari esok, siapa yang menjamin kita masih akan hidup?? Hari esok masih terlalu ghaib, lantas apa pedulinya kita harus merasa bersalah, susah, gelisah, dan terbebani dengan sesuatu yang belum ada wujudnya?

Ketika anda mengerjakan soal nomor 25, maka kerjakanlah soal itu dengan sepenuh hati. Jangan anda pikirkan soal-soal nomor 26 sampai yang ke 100, belum saatnya. Begitu pula dengan soal nomor 1 hingga 24, telah berlalu. Jangan semua menjadi beban anda pada saat menghadapi soal nomor 25!



10. adakan perubahan ke arah yang lebih baik, jangan canggung.



Di antara indikasi hidupnya hati dan adanya kebaikan di dalamnya, adalah dwengan senantiasa terdetik dalam diri untuk bisa mewujudkan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Namun semuanya tidak sekedar dipikir dan diangan-angankan saja, melainkan harus segera melangkah. Ya, melangkah dari sesuatu yang baik menuju kepada yang lebih baik, dari yang utama menuju yang lebih utama serta dari yang sempurna menuju yang lebih sempurna lagi.

Rasulullah saw mengajari ummatnya tentang 2 (dua) perkara yang dapat menghantarkan kepada kesuksesan dan bahkan kemenangan; yaitu berupaya keras dalam mewujudkan hal-hal yang bermanfaat seraya memohon pertolongan kepada Allah swt, tidak tunduk mengalah kepada sikap lemah yang tidak lain adalah sikap malas yang membahayakan, dan pasrah kepada Allah swt atas hal-hal yang memang sudah menjadi ketentuan dari-Nya.



11. Belajarlah untuk lebih terfokus pada suatu pekerjaan.



Menkonsentrasikan diri untuk menangani suatu pekerjaan akan lebih mengoptimalkan curahan pikiran dan tenaga sehingga hasilnyapun dapat lebih maksimal. Umur dan kemampuan yang terbatas, apabila digunakan untuk banyak hal apalagi pada waktu bersamaan, maka hanya akan setengah-setengah. Ingatlah, bahwa Allah swt mencintai pekerjaan yang ditekuni, dan sekali-kali Dia tidak menjadikan dalam diri seseorang dua hati sekaligus.

Pada zaman sekarang adalah zaman spesialisasi, maka yang dicari adalah yang benar-benar mumpuni dalam bidangnya. Dokter yang setengah-setengah, maka dia tidak akan mendapatkan pasien. (TimHasmi.org)

[1] Lihat: QS. adh-Dhuhā: 1-2 dan al-Layl: 1-2.

[2] Lihat: QS. al-‘Ashr: 1.

[3] Lihat: QS. al-Mu’minūn: 112-113.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Rabu sore kemarin (02/12), otoritas penjajah Zionis memberikan surat resmi kepada Kepala Badan Tertinggi Islam di Al-Quds, yang isinya melarang khatib masjid Al-Aqsha Syekh Ikrimah Shabri untuk masuk masjid Al-Aqsha selama 6 bulan ke depan.

Ketika Syekh Shabri baru saja pulang dari Saudi kemarin, otoritas Zionis langsung memanggilnya untuk diinterogasi. Karena kelelahan sebab baru saja pulang dari perjalanan jauh, Syekh Shabri sempat meminta pengacarnya Khalid Zabariqah untuk mengundur waktu ke hari lain untuk memenuhi panggilan Zionis itu.

Akan tetapi Zionis menolak untuk menunda dan mengancam akan menangkap Syekh Shabri jika tidak segera memenuhi panggilan otoritas Zionis. Oleh karena itu, Syekh Shabri terpaksa segera menuju ruang intelijen No. 4 yang berada di pusat penahanan dan penyelidikan "Compound" sebelah Barat Al-Quds, untuk menerima keputusan pelarangannya memasuki masjid Al-Aqsha.

Sebelumnya beberapa hari yang lalu, otoritas penjajah Zionis juga mengeluarkan beberapa keputusan yang menjauhkan hak pribadi, nasional, agama, dan lembaga-lembaga dari masjid Al-Aqsha. (Sn/ikh/myj)

eramuslim.com