SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Situs sunankudus.blogspot.com, yang menyajikan Site Bernuansa Islami berisikan Hikmah Al-qur'an dan Mutiara Hadits, insya Allah dapat memberikan kesejukan hati dan ketentraman jiwa bagi anda yang mengunjungi Site ini. Membawa Anda kepada pemahaman Islam yang benar sesuai apa yang di bawa Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. semoga situs ini menjadi sumbangan dalam perjuangan islam. Pesan saya: Ikutilah Jalan Sirotulmustaqim dengan sungguh-sungguh. karena jalan otulah yag termudah menuju Allah dan syurga-Nya. Kurang dan lebihnya blog ini maafin yaa..saran dan kritik bisa kamu kirim ke santrisunny@yahoo.co.id. sukron katsiron telah mampir ke blog ini.. yang mau kirim tulisan silahkan email ke santrisunny@yahoo.co.id

Minggu, 16 November 2008

Sejarah singkat lahirnya firoq Dhollah

Sejarah singkat lahirnya firoq Dhollah

Firoq dhollah berarti golongan-golongan yang sesat dalam arti salah dalam memilih jalan penitian Islam. Kesesatan bisa berarti bid’ah dan juga bisa ber-arti kekufuran. Tetapi dalam masalah kita ini yang dimaksud dengan kesesatan adalah bid’ah yaitu sa-lah memilih jalan meniti Islam. Yang seharusnya mereka memilih jalan yang padanya jejak Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam dan para sahabatnya yaitu jalan Sunnah, tetapi mereka memilih jalan lain-nya yang tercampur padanya hal-hal yang bukan dari sunnah Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam.

Ada pun mereka yang sudah keluar dari Islam, maka walaupun mereka adalah golongan-golongan yang sesat pada umumnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang dimaksud di sini. Seperti yang dikhabarkan oleh Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam pada hadits-hadits yang lalu bahwa firoq dhollah ini akan bermunculan sampai bilangannya mencapai tujuh puluh dua golongan.

Begitulah yang mulai terjadi pada masa-masa terakhir khulafaur-rasyidin. Walaupun bibit-bibit furqoh dan firoq sudah mulai bersemi sebelum khilafah Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu, akan tetapi munculnya golongan sesat pertama yang meng-kristal sebagai suatu kelompok, baru terjadi pada zaman khilafah beliau. Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu diangkat menjadi khalifah setelah terbunuh-nya khalifah Utsman Bin Affan rodiyallohu `anhu oleh segerombolan Ahlul fitnah pada tahun 35 H. Ketika itu terjadilah perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian kasus pembunuhan ini antara Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu sebagai khalifah dan Muawiyah Bin Abi Sufyan rodiyallohu `anhu, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Syam (Syiria dan sekitarnya). Perselisihan ini pun bertambah me-runcing sampai terjadi peperangan antara kedua pihak. Manhaj Ahlussunnah dalam hal perselisihan di antara para sahabat adalah tidak mencampuri apa-apa yang terjadi di antara mereka, kita mendo’akan mereka semua.

Dalam suatu pertempuran antara pendukung Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu dan pendukung Muawiyah rodiyallohu `anhu, terjadi suatu kesepa-katan untuk berunding menyelesaikan masalah ini dengan damai. Maka diangkatlah dari setiap pihak seorang hakim untuk menerapkan hukum Alloh dalam menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di sinilah munculnya firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan sunnah dan keluar dari jama`ah kaum muslimin. Firqoh ini dinamakan “Al-Khowarij” yang berarti orang - orang yang keluar. Mereka ke-luar dari sunnah dan jama`ah, tidak lagi bagian dari Ahlussunnah wal Jama`ah, ketika mereka memaha-mi masalah yang ada dan dalil Al-Qur’an tentang-nya bukan dengan manhaj Ahlussunnah. Mereka mengatakan bahwa dengan mengangkat seorang hakim, Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu telah mem-beri hak membuat hukum (hak Tasyr’i) kepada makhluk yang berarti suatu kesyirikan yang nyata. Maka mulailah mereka mengkafirkan Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu dan para sahabat pendukung-nya. Pada hakikatnya kedua hakim tersebut tidak diberi mandat untuk membuat suatu hukum, tetapi hanya diangkat untuk menghakimi kedua pihak dengan hukum Alloh. Sebenarnya masalah pengang-katan kedua hakim ini sangat sederhana dan bisa dimengerti dengan mudah. Oleh karena itulah selain karena kebodohan yang nyata pada mayoritas mereka (kaum Khowarij pada waktu itu), disinyalir ada niat buruk pada sebagian para pemimpin mereka yang menggerakan keluarnya mereka dari jama`atul muslimin. Ketika mereka keluar dan berkumpul di suatu tempat yang diberi nama HARURA (dari tempat ini pula mereka dinamakan haruriyyin), bertambah luaslah kesesatan mereka dengan adanya saling isi mengisi di antara mereka. Setelah melalui waktu dari kurun ke kurun, manhaj ini pun mulai mengem-bang dan mencakup hampir seluruh segi agama.

Di antara pasal yang termashur dari manhaj Khowarij adalah pengkafiran para pelaku dosa besar. Sebagai reaksi dari pasal ini muncullah pemahaman yang menolak hubungan antara amal dan kekufuran. Manhaj ini dinamakan manhaj IRJA’ (penganutnya dinamakan murji' pluralnya murji’ah) mereka menga-takan bahwa iman seseorang tidak mencakup amal. Jadi bagaimana pun buruknya perbuatan seseorang, orang itu tidak akan menjadi kafir selama di hatinya masih ada kepercayaan dan lisannya bersyahadatain.

Kedua kelompok tadi enggan mengikuti manhaj sahabat yang di waktu itu banyak yang masih hidup maka sesatlah mereka.

Di waktu yang bersamaan dengan munculnya Khowarij, benih-benih Syi’ah sebenarnya sudah ada. Bahkan penggagas firqoh Syi’ah, Abdullah Bin Saba’ seorang yahudi yang pura-pura masuk Islam, sudah bekerja di bawah tanah dengan gigih di masa khilafah Utsman Bin Affan rodiyallohu `anhu Yahudi inilah pemimpin gerakan pembunuhan Utsman rodiyallohu `anhu.

Firqoh Syi’ah yang dicetuskan oleh Abdullah Bin Saba’ adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada kesyirikan yaitu menuhankan Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu. Sedangkan firqoh–firqoh syi’ah yang berkembang seakan-akan merayap, pada mulanya hanya terbatas pada sikap mengutamakan Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu atas Abu Bakar rodiyallohu `anhu dan Umar rodiyallohu `anhu. Hal ini bertenta-ngan dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama`ah yang menetapkan urutan afdholiyah mereka persis seperti urutan pemerintahan mereka.

Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu sendiri sebagai salah satu pelopor Ahlussunnah wal Jama`ah tidak me-nyetujui tentang lebih diutamakannya beliau di atas Abu Bakr dan Umar, bahkan beliau akan menghukum cambuk orang-orang yang berpendirian demikian. Sampai sebatas pemahaman seperti ini, Syi’ah pada waktu itu hanya sebagai kelompok politik pendukung khalifah Ali Bin Abi Tholib rodiyallohu `anhu dan anak–anaknya. Arti kata Syi’ah itu sendiri adalah pendukung. Tetapi kesalahan pema-haman yang kelihatannya sepele ini pun mulai mengembang sampai pada ke-sesatan yang sangat mengerikan bahkan pada banyak kelompok-kelompok Syi’ah sampai pada kekufuran yang nyata. Kemudian bermunculanlah firqoh-firqoh sesat lainya yang menyandarkan manhaj mereka pada produk-produk akal mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan diri dari manhaj sahabat.

Di waktu yang sama sahabat dan para pengikut mereka yang setia yaitu tabi’in dan tabi’it-tabi’in pun gigih mendakwahkan manhaj Ahlus-sunnah wal Jama`ah. Tidak satu pun dari sahabat yang masuk ke dalam salah satu firqoh-firqoh tersebut. Istilah-istilah Ahlussunnah, pengikutan pada sunnah dan yang sejenisnya sebelum itu pun sudah menjadi istilah resmi di antara para penuntut ilmu. Tetapi tidak dimaksudkan sebagai firqoh tersendiri dalam tubuh kaum muslimin, sebab seluruh kaum musli-min pada waktu itu adalah Ahlussunnah. Tetapi ketika firqoh-firqoh yang meninggalkan manhaj sunnah dan keluar dari jama’ah mulai bermunculan maka salafus saleh pun memakai nama Ahlussunnah wal Jama`ah sebagai kriteria dan nama untuk firqoh najiah, firqoh yang tetap pada jejak Rosululloh Shallallohu `alaihi wa sallam dan sahabatnya.[4]

Sebab-sebab utama dari penyimpangan firoq pada waktu itu sebenarnya berakar pada dua hal, yaitu:

1. Tidak mengikuti sahabat dalam memahami al-Qur’an dan as sunnah.

2. Adanya sumber-sumber lain selain Al Kitab dan As Sunnah dalam mengambil hukum–hukum Islam seperti akal dan lain-lainnya.

B. Penyimpangan penyimpangan pada Dasar manhaj firoq Dhollah [5]

Tidak semua bagian dan isi dari manhaj-manhaj firqoh berlawanan dengan manhaj Ahlussunnah Wal Jama`ah. Manhaj mereka adalah manhaj campuran antara kebenaran dan kebatilan. Walaupun ada di dalamnya kebenaran, tetapi karena kebatilan yang ada padanya merupakan hal-hal dasar maka keselu-ruhan manhaj-manhaj tersebut adalah batil. Sama hal-nya dengan segelas susu yang tercampur dengan racun. Demikian pula sama halnya dengan agama-agama batil, di mana setiap agama dari agama-agama itu mempunyai bagian-bagian yang benar, tetapi karena dasar-dasar agama mereka batil, maka batil-lah keseluruhan agama-agama itu.

Di antara kebatilan-kebatilan manhaj firqoh yang tentunya bertentangan dengan manhaj Ahlussunnah adalah:

1. Manhaj mereka adalah manhaj yang didominasi oleh hawa nafsu.

Baik hawa nafsu itu merupakan pembangkangan akal manusia terhadap kekuasaan wahyu, maupun pemuasan kecondongan jiwa manusiawi. Sebagai Ahlussunnah Wal jama’ah kita berkewajiban menun-dukan hawa-hawa nafsu kita kepada kekuasaan wahyu, tetapi ahlul furqoh malah mendukung hawa nafsu atas wahyu.

Dalam manhaj hawa nafsu ini, akal yang sudah terpengaruh oleh hawa nafsu dan syaithon memak-sakan dirinya untuk keluar dari lingkaran yang sudah ditentukan untuknya dalam hidup bera-gama, yaitu lingkungan untuk memahami ilmu dan tuntunan wahyu. Dalam hal ini akal mencoba menjadi saingan wahyu dengan ikut menentukan hukum-hukum dan pendapat-pendapat peng-ganti wahyu dengan analisa-analisa `aqliyyah. Ketika hal itu terjadi maka sesatlah akal itu dan sesatlah orang yang mengikutinya. [6]

Sudah lumrah bila seseorang manusia mempunyai kecondongan-kecondongan jiwa yang didorong oleh hawa nafsu, dan tugas kita adalah menjadi-kan kecondongan-kecondongan dan hawa nafsu itu tunduk kepada wahyu. Akan tetapi yang ter-jadi pada Ahlul bid’ah adalah hal yang berbeda, mereka nikmati pembangkangan hawa nafsu itu sampai memberikan sifat syar’iyah kepadanya agar hal tersebut dikenyam tanpa disalahkan, maka terlahirlah bid’ah. Contoh: seorang berilmu yang dikultuskan dan mulai mengeyam kenikma-tan pengkultusan itu bisa menjadi tergoda untuk menjadikan pengkultusan itu bagian dari manhaj. Maka disembunyikanlah dalil-dalil yang melarang pengkultusan dan dikarangnya hujjah-hujjah untuk mengabadikan pengkultusan itu, maka terben-tuklah bid’ah. Contoh lainnya: Seorang alim yang merasa congkak dengan Ilmunya merasa takabur untuk menundukkan pemahamannya kepada pemahaman sahabat maka ditentanglah pema-haman-pemahaman sahabat dan sesatlah dia. Seorang jahil yang berkecondongan untuk men-jadi pemimpin sedangkan kepemimpinan memer-lukan ilmu, maka dikarenakan enggan untuk sungguh-sungguh belajar dan didorong oleh ambisi menjadi pemimpin, mulailah ia menga-rang manhaj sesatnya.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Nu`aim dalam Hilyatul Awliya : 3/9

[2] Diriwayatkan oleh Abu Nu`aim dalam Hilyatul Awliya : 7/26

[3] Riwayat Al Lalikai, Syarh ushul I`tiqod Ahlis Sunnah wal Jama`ah : 1/104, Sunan Ad Darimi : 99, Ibnu Waddhoh dalam Al Bida` wa An Nahyi `Anha : 37 dan Ibnu Bitthoh dalam Al Ibanah : 1/26

[4] Baca Kitab "Ahlus Sunnah wa Al Jama`ah Ma`alim Al Intilaqoh Al Kubro", Muhammad Abdul Hadi Al Misri : 58-61

[5] Baca Kitab “Manhaj At Talaqqi wa Al Istidlal Baina Ahlis Sunnah wa Al Mubtadi`ah”, Ahmad bin Abdurrohman Ash Shuwayyan : 64-113

[6] Baca Qs. 38:26, 18:28 dan 25:43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Rabu sore kemarin (02/12), otoritas penjajah Zionis memberikan surat resmi kepada Kepala Badan Tertinggi Islam di Al-Quds, yang isinya melarang khatib masjid Al-Aqsha Syekh Ikrimah Shabri untuk masuk masjid Al-Aqsha selama 6 bulan ke depan.

Ketika Syekh Shabri baru saja pulang dari Saudi kemarin, otoritas Zionis langsung memanggilnya untuk diinterogasi. Karena kelelahan sebab baru saja pulang dari perjalanan jauh, Syekh Shabri sempat meminta pengacarnya Khalid Zabariqah untuk mengundur waktu ke hari lain untuk memenuhi panggilan Zionis itu.

Akan tetapi Zionis menolak untuk menunda dan mengancam akan menangkap Syekh Shabri jika tidak segera memenuhi panggilan otoritas Zionis. Oleh karena itu, Syekh Shabri terpaksa segera menuju ruang intelijen No. 4 yang berada di pusat penahanan dan penyelidikan "Compound" sebelah Barat Al-Quds, untuk menerima keputusan pelarangannya memasuki masjid Al-Aqsha.

Sebelumnya beberapa hari yang lalu, otoritas penjajah Zionis juga mengeluarkan beberapa keputusan yang menjauhkan hak pribadi, nasional, agama, dan lembaga-lembaga dari masjid Al-Aqsha. (Sn/ikh/myj)

eramuslim.com