Kemulyaan dan Keterpurukan
A. Dua sisi dari satu makhluk:
Diri manusia mempunyai dua unsur, tanah jasmani dan langit ruhani, yang bersatu dan berpisah diwaktu yang sama. Bersatu dalam satu kehidupan yang dinamis hingga terwujudlah seorang manusia dan terpisah dalam arti sifat serta kemampuan yang berbeda antara satu unsur dengan yang lainnya. Ketika demikianlah keadaan manusia, maka kemulyaan dan keterpurukan (kehinaan) pun bisa terjadi di kedua unsur atau salah satunya. Seorang manusia bisa menjadi mulya secara ruhani, seperti bertaqwa dan berakhlak mulya, tetapi terpuruk di sisi jasmani seperti miskin atau penyakitan. Dan bisa pula sebaliknya atau keduanya secara berbarengan. Akan tetapi sisi ruhani lah yang sebenarnya menjadi inti dari hakikat manusia dan keadaannya:
1. ketika seseorang termulyakan secara ruhani dan terpuruk secara jasmani, maka kesabarannya dalam menahan derita keterpurukan jasmani akan mempertinggi kemulyaannya dari sisi ruhani. Disamping itu kemulyaan ruhaninya akan menjadikan kesabaran menahan derita keterpurukan jasmani, sebagai kebahagiaan tersendiri.
2. Keterpurukan Ruhani akan berlangsung terus setelah seseorang meninggal dunia sampai waktu panjang sekali atau bahkan sampai waktu yang tak berakhir. Sedangkan keterpurukan jasmani tak akan melewati batas kematian.
3. Pada dasarnya kemulyaan ruhani adalah kunci kebangkitan dari keterpurukan jasmani. Adapun yang masih tetap tersisa dari keterpurukan jasmani setelah kebangkitan ruhani, maka itu akan menjadi pendongkrak kemulyaan ruhani di dunia dan di akhirat.
B. HAKIKAT DAN POSISI
Hakikat manusia adalah "hamba sahaya" Alloh s.w.t . Hamba dalam arti makhluk yang tak mungkin bisa terlepas dari genggaman kekuasaan dan takdir Alloh s.w.t dan hamba dalam arti makhluk yang harus menundukan kehendaknya sendiri dibawah tuntutan kehendak Alloh s.w.t dengan beribadah hanya kepada Alloh s.w.t saja.
Tunduk setunduk-tunduknya kepada syariatnya dengan penuh kecintaan dan ketakutan yang mesra serta harapan bisa mendekat kepada-Nya dan memasuki surga-Nya untuk kemudian bertemu dengan-Nya. Perjalanan menelusuri liku-liku ketundukan adalah kemulyaan dan kebahagiaan sejati yang jika dilakukan dengan kebulatan tekad dan kekuatan kehendak akan bertambah pula kadar kemulyaan dan kebahagiaan sampai memasuki surga-Nya dan bertemu dengan-Nya, inilah kemulyaan dan kebahagiaan tertinggi yang tiada tara. Tetapi ketika penelusuran itu dilakukan dengan setengah hati, maka hasilnyapun akan setengah-setengah pula.
Setiap bertambah kehambaan seseorang (dalam arti ketundukan peribadatan) bertambah pula kedekatannya kepada Alloh s.w.t yang maha tinggi dan bertambah pula ketinggian derajat dan kemulyaannya.
Sebaliknya bertambah jauh seseorang dari Alloh s.w.t bertambah rendah dan terpuruklah dia. Inilah keterpurukan ruhani yang akan menghantarkan kepada keterpurukan jasmani atau keterpurukan realita kehidupan materi.
Demikian juga kondisi kehidupan kolektif bermasyarakat, persis seperti kehidupan pribadi dalam hal kedekatan dan kejauhan dari Alloh s.w.t serta kemulyaan dan keterpurukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar